5 tahun yang lalu,
tepatnya waktu aku masih SMK. Aku inget banget waktu itu lagi akrab sama
mbak-mbak TU di sekolah, namanya Mbak Oni. Sekarang sudah nggak pernah ketemu
lagi, hehehe semoga sehat-sehat aja ya mbak, kalau nggak inget, aku memed yang
dulu potongan rambutnya kayak cowok, pendiem dan bukan orang yang pinter
berinteraksi sama orang baru hehehe, tapi tetep lucu kok sampek sekarang.
Waktu itu aku inget banget
diajak mbak Oni buat mampir ke kedai kopi giling punya dia dan suaminya yang
buka di RMI Bratang. Aku nggak tau sekarang gimana kabar usahanya karena aku
terlalu cuek waktu itu. Aku yang masih umur 17 tahun itu terlalu cuek bahkan
untuk membaca peluang usaha semacam perkopian. Yang ada dikepalaku cuma… apa
asiknya mainan kopi kayak gini? Sedangkan sekarang udah banyak kopi instan di
indomaret, atau kopi sachet yang tinggal nyeduh. Kenapa harus susah-susah
giling biji, terus diseduh pake alat-alat yang bahkan aku nggak tau gunanya
apa. Nggak berpikir sedikitpun gimana nge-hype nya tempat-tempat kopi sekarang
ini.
Mungkin itu kepolosanku
waktu SMK, yang pola pikirnya cuma jadi pekerja, bukan pengusaha hehehe. Yang kumau
Cuma lulus SMK langsung kerja, kerja, kerja, sambil kejar beasiswa buat kuliah
di Jepang. Tapi namanya jalan orang ngga ada yang tau ya… karena keisenganku
ikut tes ujian masuk kuliah di Surabaya dan ternyata lulus, akhirnya dimulailah
kehidupan perkuliahanku di Surabaya, sambil melupakan semua keinginan untuk
kerja dan kejar beasiswa. Bener-bener lupa.
Sekitar tahun 2017, aku
mulai penasaran untuk cari kerja yang bener-bener ngehasilin uang buat aku
sendiri, dan bisa aku pake sendiri buat
beli apapun yang aku mau. Kebetulan, waktu itu temenku Firman lagi butuh partner
baru di tempat kerjanya, yang merupakan kedai kopi kecil di daerah Gunung Sari,
Surabaya. Tanpa pernah aku rencanakan sebelumnya, bahkan nggak pernah
kepikiran, aku bakal nyemplung di dunia perkopian, setelah terakhir ketemu 3
tahun yang lalu. Emang bener ya masa depan ngga ada yang tau.
Waktu interview, Mas Arif
(Bos dan ownernya), bilang ke aku, “Kalau kamu mau kerja disini, mau nggak mau
kamu harus belajar kopi, kamu harus suka kopi, kamu nggak bisa
setengah-setengah”. Dan waktu itu, aku jawab “Iya” ke semua syaratnya, walaupun
aku belum tau apa yang bakal aku temuin kedepannya. Bisa dibilang, tahun itu
aku selalu membayangkan kerja sebagai sesuatu yang sangat disiplin. Karena
punya pengalaman kerja di Hotel bintang 5, jadi aku sama sekali nggak
membayangkan ada tempat kerja yang kerjaannya ada ‘leyeh-leyehnya’ yang cukup
banyak hehehe. Itu yang buat aku agak kaget kerja di Kedai kecil pada awalnya. Setiap
ngga ada kerjaan, aku selalu cari-cari kerjaan, “Mas, ngga ada yang bisa
dikerjain lagi ta?”, terus nggak jarang Mas Arif nyuruh belajar nyeduh, atau
sekedar “Santai dulu sini, main Uno”.
Dari hari kehari, aku
banyak belajar hal baru. Mulai dari macam-macam teknik menyeduh kopi, sampai
hal-hal seperti gimana kita harus pinter ngomong sama orang baru. Dan itu
bener-bener kelemahanku, asli. Buka-bukaan, waktu itu Mas Satria dari warkop
bugil dating main ke Kedainya mas Arif. Terus mau ngga mau aku disuruh nimbrung
dan ikut ngobrol. Dari sana aku harus cepet melakukan observasi! Jadi aku
merhatiin pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan Firman ke mas Satria. Aduh,
terlalu jauh. Mereka udah ngobrol masalah Taste
dari kopi-kopi yang diseduh pake V60, sedangkan aku belum menemukan
ketertarikan disana. Aku masih men-jatuh cinta-kan diriku ke Latte Art.
Akhirnya aku mulai dari tanya-tanya hal yang lebih umum, seperti “Asli mana mas?”
atau “Kedainya di mana mas?”, dan aku inget waktu itu aku sedikit diketawain,
tapi bagusnya aku bisa bersikap bodo amat sama pandangan-pandangan dari diriku
sendiri yang sifatnya negative.
Pernah satu hari ada cewek
main ke kedai. Dia dateng sendirian, duduk sendirian, dan main hape sendirian. Ke-cuek-an
ku belum berubah, Terus akhirnya aku dibilangin sama mas Arif… “Itulo med, ada
cewek sendirian. Ajaken ngobrol.”, tapi aku menolak dengan alasan sungkan, dan
takut kalau ternyata mbaknya nggak suka diajak ngobrol (karena aku ngaca ke diriku
sendiri yang belum bisa cepet terima kalau diajak ngobrol sama orang baru). “Ya
coba disapa aja dulu, ‘Sendirian aja ta mbak’ apa gimana gitu. Jarang banget lo
ada cewek yang berani masuk ke café sendirian dan nongkrong sendirian. Biasanya
malah seneng kalau diajak ngobrol.” Dan lagi, aku tetep nolak karena nggak
cukup berani. Dari sana, bisa dibilang sekarang aku nyesel nggak ngajak kenalan
mbaknya. Padahal bagus kalau nambah kenalan. Dan sekarang, aku sudah ngerasain
sendiri gimana rasanya jadi Cewek yang dateng ke café sendirian dan diajak
ngobrol sama yang kerja/punya di café. It’s not that bad, malah seru
jadinya bisa sharing hal-hal menarik, tukar pandangan tentang sesuatu, dan
lain-lain. Penyesalan emang datangnya diakhir, kalau di depan jadi pendaftaran
dong ya hahaha.
Mas Arif juga sering
bilang, “Kalau ada tamu yang pulang, tanyain med ‘gimana kopinya mas/mbak? ‘
atau apa gitu ajak basa-basi aja”. Dan aku dengan segala keraguanku, nggak
pernah melakukan itu. Padahal sekarang aku ngerasain gimana enaknya ditanyain
kayak gitu, berasa kita dihargain sebagai tamu. Bukan dirajakan, cukup
dihargai. Dan dari sana kita bisa nyampein secara langsung apa yang kurang dan
apa yang lebih dari kopi yang kita minum. Sama-sama menguntungkan juga
sebenernya bagi si tamu dan si owner. Kata mas Arif juga, akan lebih bagus
kalau kita (sebagai owner/pekerja) tau pendapat tamu mengenai produk kita dari
basa-basi tersebut, sehingga kalau ada yang kurang bisa langsung kita perbaiki.
Daripada tamu yang gapuas dan gatau nyampaikannya gimana ke kita, yang
ujung-ujungnya mereka lebih milih untuk nggak kembali.
Banyak banget momen-momen
lain waktu kerja yang maksa aku untuk harus berubah. Kami sering banget pergi
ngopi keluar, main ke kedai temen. Dan disana harusnya aku bisa gali informasi
sebanyak mungkin, tapi aku nggak ngelakuin itu. Aku masih buta dan nggak tau
buat apa fungsinya. Tapi walaupun banyak penyesalannya, bukan berarti ngga ada
yang bisa disyukuri juga. Sampai sekarang, aku bersyukur pernah kerja jadi
barista, walaupun Cuma sekitaran 3 bulan. Waktu yang sebentar itu berdampak ke
aku yang sekarang. Berkat dorongan teman-teman juga sebenarnya, aku bener-bener
ngerasa bukan orang yang sama dengan aku waktu SMK. Proses pendewasaan yang
menyenangkan.
Sekarang, aku bisa nerima
lebih banyak hal. Mulai dari lebih banyak Kopi, mau itu Kopi item maupun kopi
susu yang lagi ngehits. Aku lebih berani ngobrol sama orang baru (lebih baik
daripada sebelumnya). Aku sudah mulai berani ngopi sendiri walaupun kadang
masih berusaha menghilangkan keraguan hehehe. Dan aku bener-bener menghargai
mereka-mereka yang bekerja dibalik bar, yang bisa bersikap ‘sangat’ ramah ke
orang yang pertama kali mereka temui sebagai bagian dari ‘profesionalitas’
mereka. Kalian keren, asli. Kalau nemu tempat ngopi yang orang-orangnya macem
begini, aku yakin orang sekali berkunjung pasti mau balik lagi. Dan Lagi, Aku
baru Paham.
Semua pengalaman itu bikin
aku berfikir bahwa Kopi ini lebih dari sekedar minuman. Bukannya sok-sokan
berfilosofi, tapi karena kopi aku punya mimpi-mimpi baru. Aku belajar hal-hal
baru. Aku belajar mengalahkan kelemahanku. Berbagai macam pelajaran aku dapat
dari nyemplungnya aku ke kopi-kopian. Terima kasih kopi! Semoga kita bisa terus
berteman selamanya hehehe. Kalau kalian? Kapan pertama kali ketemu sama kopi?