Selasa, 11 Juni 2019

Kopi Kopi Kopi. Terima Kasih Kopi!


5 tahun yang lalu, tepatnya waktu aku masih SMK. Aku inget banget waktu itu lagi akrab sama mbak-mbak TU di sekolah, namanya Mbak Oni. Sekarang sudah nggak pernah ketemu lagi, hehehe semoga sehat-sehat aja ya mbak, kalau nggak inget, aku memed yang dulu potongan rambutnya kayak cowok, pendiem dan bukan orang yang pinter berinteraksi sama orang baru hehehe, tapi tetep lucu kok sampek sekarang.
Waktu itu aku inget banget diajak mbak Oni buat mampir ke kedai kopi giling punya dia dan suaminya yang buka di RMI Bratang. Aku nggak tau sekarang gimana kabar usahanya karena aku terlalu cuek waktu itu. Aku yang masih umur 17 tahun itu terlalu cuek bahkan untuk membaca peluang usaha semacam perkopian. Yang ada dikepalaku cuma… apa asiknya mainan kopi kayak gini? Sedangkan sekarang udah banyak kopi instan di indomaret, atau kopi sachet yang tinggal nyeduh. Kenapa harus susah-susah giling biji, terus diseduh pake alat-alat yang bahkan aku nggak tau gunanya apa. Nggak berpikir sedikitpun gimana nge-hype nya tempat-tempat kopi sekarang ini.
Mungkin itu kepolosanku waktu SMK, yang pola pikirnya cuma jadi pekerja, bukan pengusaha hehehe. Yang kumau Cuma lulus SMK langsung kerja, kerja, kerja, sambil kejar beasiswa buat kuliah di Jepang. Tapi namanya jalan orang ngga ada yang tau ya… karena keisenganku ikut tes ujian masuk kuliah di Surabaya dan ternyata lulus, akhirnya dimulailah kehidupan perkuliahanku di Surabaya, sambil melupakan semua keinginan untuk kerja dan kejar beasiswa. Bener-bener lupa.
Sekitar tahun 2017, aku mulai penasaran untuk cari kerja yang bener-bener ngehasilin uang buat aku sendiri, dan bisa aku  pake sendiri buat beli apapun yang aku mau. Kebetulan, waktu itu temenku Firman lagi butuh partner baru di tempat kerjanya, yang merupakan kedai kopi kecil di daerah Gunung Sari, Surabaya. Tanpa pernah aku rencanakan sebelumnya, bahkan nggak pernah kepikiran, aku bakal nyemplung di dunia perkopian, setelah terakhir ketemu 3 tahun yang lalu. Emang bener ya masa depan ngga ada yang tau.
Waktu interview, Mas Arif (Bos dan ownernya), bilang ke aku, “Kalau kamu mau kerja disini, mau nggak mau kamu harus belajar kopi, kamu harus suka kopi, kamu nggak bisa setengah-setengah”. Dan waktu itu, aku jawab “Iya” ke semua syaratnya, walaupun aku belum tau apa yang bakal aku temuin kedepannya. Bisa dibilang, tahun itu aku selalu membayangkan kerja sebagai sesuatu yang sangat disiplin. Karena punya pengalaman kerja di Hotel bintang 5, jadi aku sama sekali nggak membayangkan ada tempat kerja yang kerjaannya ada ‘leyeh-leyehnya’ yang cukup banyak hehehe. Itu yang buat aku agak kaget kerja di Kedai kecil pada awalnya. Setiap ngga ada kerjaan, aku selalu cari-cari kerjaan, “Mas, ngga ada yang bisa dikerjain lagi ta?”, terus nggak jarang Mas Arif nyuruh belajar nyeduh, atau sekedar  “Santai dulu sini, main Uno”.
Dari hari kehari, aku banyak belajar hal baru. Mulai dari macam-macam teknik menyeduh kopi, sampai hal-hal seperti gimana kita harus pinter ngomong sama orang baru. Dan itu bener-bener kelemahanku, asli. Buka-bukaan, waktu itu Mas Satria dari warkop bugil dating main ke Kedainya mas Arif. Terus mau ngga mau aku disuruh nimbrung dan ikut ngobrol. Dari sana aku harus cepet melakukan observasi! Jadi aku merhatiin pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan Firman ke mas Satria. Aduh, terlalu jauh. Mereka udah ngobrol masalah Taste dari kopi-kopi yang diseduh pake V60, sedangkan aku belum menemukan ketertarikan disana. Aku masih men-jatuh cinta-kan diriku ke Latte Art. Akhirnya aku mulai dari tanya-tanya hal yang lebih umum, seperti “Asli mana mas?” atau “Kedainya di mana mas?”, dan aku inget waktu itu aku sedikit diketawain, tapi bagusnya aku bisa bersikap bodo amat sama pandangan-pandangan dari diriku sendiri yang sifatnya negative.
Pernah satu hari ada cewek main ke kedai. Dia dateng sendirian, duduk sendirian, dan main hape sendirian. Ke-cuek-an ku belum berubah, Terus akhirnya aku dibilangin sama mas Arif… “Itulo med, ada cewek sendirian. Ajaken ngobrol.”, tapi aku menolak dengan alasan sungkan, dan takut kalau ternyata mbaknya nggak suka diajak ngobrol (karena aku ngaca ke diriku sendiri yang belum bisa cepet terima kalau diajak ngobrol sama orang baru). “Ya coba disapa aja dulu, ‘Sendirian aja ta mbak’ apa gimana gitu. Jarang banget lo ada cewek yang berani masuk ke café sendirian dan nongkrong sendirian. Biasanya malah seneng kalau diajak ngobrol.” Dan lagi, aku tetep nolak karena nggak cukup berani. Dari sana, bisa dibilang sekarang aku nyesel nggak ngajak kenalan mbaknya. Padahal bagus kalau nambah kenalan. Dan sekarang, aku sudah ngerasain sendiri gimana rasanya jadi Cewek  yang dateng ke café sendirian dan diajak ngobrol sama yang kerja/punya di café. It’s not that bad, malah seru jadinya bisa sharing hal-hal menarik, tukar pandangan tentang sesuatu, dan lain-lain. Penyesalan emang datangnya diakhir, kalau di depan jadi pendaftaran dong ya hahaha.
Mas Arif juga sering bilang, “Kalau ada tamu yang pulang, tanyain med ‘gimana kopinya mas/mbak? ‘ atau apa gitu ajak basa-basi aja”. Dan aku dengan segala keraguanku, nggak pernah melakukan itu. Padahal sekarang aku ngerasain gimana enaknya ditanyain kayak gitu, berasa kita dihargain sebagai tamu. Bukan dirajakan, cukup dihargai. Dan dari sana kita bisa nyampein secara langsung apa yang kurang dan apa yang lebih dari kopi yang kita minum. Sama-sama menguntungkan juga sebenernya bagi si tamu dan si owner. Kata mas Arif juga, akan lebih bagus kalau kita (sebagai owner/pekerja) tau pendapat tamu mengenai produk kita dari basa-basi tersebut, sehingga kalau ada yang kurang bisa langsung kita perbaiki. Daripada tamu yang gapuas dan gatau nyampaikannya gimana ke kita, yang ujung-ujungnya mereka lebih milih untuk nggak kembali.
Banyak banget momen-momen lain waktu kerja yang maksa aku untuk harus berubah. Kami sering banget pergi ngopi keluar, main ke kedai temen. Dan disana harusnya aku bisa gali informasi sebanyak mungkin, tapi aku nggak ngelakuin itu. Aku masih buta dan nggak tau buat apa fungsinya. Tapi walaupun banyak penyesalannya, bukan berarti ngga ada yang bisa disyukuri juga. Sampai sekarang, aku bersyukur pernah kerja jadi barista, walaupun Cuma sekitaran 3 bulan. Waktu yang sebentar itu berdampak ke aku yang sekarang. Berkat dorongan teman-teman juga sebenarnya, aku bener-bener ngerasa bukan orang yang sama dengan aku waktu SMK. Proses pendewasaan yang menyenangkan.
Sekarang, aku bisa nerima lebih banyak hal. Mulai dari lebih banyak Kopi, mau itu Kopi item maupun kopi susu yang lagi ngehits. Aku lebih berani ngobrol sama orang baru (lebih baik daripada sebelumnya). Aku sudah mulai berani ngopi sendiri walaupun kadang masih berusaha menghilangkan keraguan hehehe. Dan aku bener-bener menghargai mereka-mereka yang bekerja dibalik bar, yang bisa bersikap ‘sangat’ ramah ke orang yang pertama kali mereka temui sebagai bagian dari ‘profesionalitas’ mereka. Kalian keren, asli. Kalau nemu tempat ngopi yang orang-orangnya macem begini, aku yakin orang sekali berkunjung pasti mau balik lagi. Dan Lagi, Aku baru Paham.
Semua pengalaman itu bikin aku berfikir bahwa Kopi ini lebih dari sekedar minuman. Bukannya sok-sokan berfilosofi, tapi karena kopi aku punya mimpi-mimpi baru. Aku belajar hal-hal baru. Aku belajar mengalahkan kelemahanku. Berbagai macam pelajaran aku dapat dari nyemplungnya aku ke kopi-kopian. Terima kasih kopi! Semoga kita bisa terus berteman selamanya hehehe. Kalau kalian? Kapan pertama kali ketemu sama kopi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar