Mungkin itu judul terbaik yang
bisa kupikirkan. Antara Impian dan Baperan. Antara Impianku bisa merasakan
pendidikan di Jepang, dan Suasana perasaan dan rasa kebersamaan bersama
teman-teman baruku di PKK, dan di Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya
yang rasanya sayang untuk di tinggalkan.
Seperti
yang sudah tertulis di postingan-postingan sebelumnya, aku sedari kecil ini
menyimpan impian untuk bisa ke Jepang. Dan aku yang sekarang, sudah mengetahui
beberapa cara untuk bisa ke Jepang. Memang banyak, menggunakan uang sendiri pun
bisa. Tapi orang yang tidak memikirkan untuk bisa jalan-jalan keluar negeri pun
pasti tahu akan butuh biaya yang sangat tidak sedikit untuk bisa mewujudkan hal
itu. Salah satu cara yang kuandalkan dan kuperjuangkan adalah dengan
menggunakan Beasiswa untuk bersekolah di Jepang. Ya, Beasiswa Monbukagakusho.
Aku
tidak pernah berpikir untuk berkuliah di Indonesia. Terlebih lagi aku
memutuskan untuk mengenyam bangku pendidikan di SMK adalah untuk dapat langsung
bekerja ketika sudah lulus nanti. Sama sekali tidak ada niatan bahkan persiapan
dari jauh-jauh hari untuk mendaftar kuliah. Aku ingin bekerja. Aku ingin
mendapatkan uang dari hasil keringatku sendiri. Dan berhenti membebani orang
tua.
Tapi
seiring berjalannya masa belajarku di SMK, aku mulai terpengaruh dan
terprovokasi oleh lingkunganku, terlebih lagi guru-guru yang menyarankan untuk
kuliah terlebih dahulu. Untuk wanita, minimal D3 lah. Akupun mulai terpancing
dan bimbang antara kuliah dan kerja, terlebih lagi orang tuaku juga
menganjurkanku untuk mencoba mendaftar kuliah. Dan disinilah aku sekarang,
menjadi Mahasiswa Fakultas Teknik Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga
dengan Program Studi S1 Pendidikan Tata Boga.
Sebelum
resmi menjadi mahasiswa di UNESA, aku juga mengejar mimpiku untuk mendapatkan
beasiswa berkuliah di Jepang dari Monbukagakusho, dengan pilihan Jurusan Home
Economics, Program Studi D2 Cooking. Namun karena untuk percobaan pertama aku
gagal mendapatkannya, dan aku dikehendaki untuk masuk dan bergabung di UNESA,
maka jadilah aku sekarang.
Aku
bangga bisa masuk UNESA, aku senang bisa menjadi bagian dari UNESA, dari
Fakultas Teknik di UNESA, dari Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga FT
UNESA. Walau baru sekitar 10 hari, rasanya benar-benar sayang untuk
meninggalkan ini, jika nanti aku berhasil berangkat ke Jepang melalui Beasiswa
Monbukagakusho itu.
Sekarang
permasalahannya adalah aku kehilangan kemantapan dan keyakinan akan peganganku
yang waktu itu kukuh untuk meninggalkan S1 ku demi D2 ku di Jepang. Yang aku
pikirkan adalah;
1. Orang tuaku sudah menghabiskan
banyak dana untuk S1 ini, walaupun aku masuk melalui jalur SBMPTN.
2. Apa kata kakak-kakak senior
atau dosen atau orang-orang yang mempercayaiku untuk menyelesaikan studi di
UNESA ini dengan tepat waktu, tapi malah kutinggalkan dan tidak ku selesaikan.
3. Dengan meninggalkan S1 di
Indonesia untuk D2 dengan sertifikasi Internasional adalah sebuah langkah
Kemunduran.
Tapi
selain itu juga, aku juga tahu akan pepatah atau quotes yang mengatakan bahwa,
“Kamu tidak akan bisa mendapatkan sesuatu yang hebat, apabila kamu tidak dapat
membuang sesuatu.” Atau yang sejenis dengan itu.
Aku
sudah berkonsultasi dengan kedua orang tua ku, tapi tak menemukan jalan keluar.
Mereka lebih mendukungku untuk menyelesaikan Studiku di Indonesia daripada
harus berhenti untuk mengejar D2 di Jepang. Tapi apabila aku menyelesaikan S1
ku disini, aku akan kehilangan kesempatan untuk merasakan bangku pendidikan di
Jepang karena aku telah melewati batas umurku untuk applying beasiswa. Memang
benar, ada kesempatan untuk mengikuti S2, tapi Jurusan apa yang sesuai dengan
jurusanku sekarang? Aku juga tidak begitu muluk-muluk menginginkan S2. Yang aku
inginkan hanyalah kemampuan yang diakui dalam dunia kerja. Aku ingin cepat
bekerja dan membangun bisnis ku sendiri. aku bukan tipe orang yang menyukai
kegiatan ilmiah yang berhubungan dengan ilmuwan atau researcher. Sejujurnya
saja aku juga tidak begitu muluk menginginkan S1.
Bukankah akan ada saja kesempatan untuk
bekerja di Jepang seusai lulus S1? Ditambah lagi di akhir tahun 2015 MEA akan
berlangsung. Memang benar, dengan berlangsungnya MEA mungkin akan membuka
peluang untukku bekerja di Jepang. Tapi aku tak semata-mata ingin pergi ke
Jepang untuk bekerja. Memang waktu kecil aku menginginkan pergi ke Jepang untuk
jalan-jalan. Kemudian aku menginginkan ke Jepang dan tinggal disana untuk waktu
yang agak lama. Kemudian aku sadar mungkin aku bisa bekerja disana. Tapi aku
kembali dibukakan mata bahwa aku mungkin akan mendapatkan sesuatu yang tak
kudapatkan disini dengan mencicipi
bagaimana kualitas pendidikan disana. Kalau soal bagaimana bekerja disana,
dengan melihat di Internet saja aku bisa membayangkan bagaimana beratnya. Tapi
untuk bersekolah, aku sama sekali tak bisa membayangkannya. Aku ingin bisa
merasakannya sendiri.
Aku
berpikiran untuk berkonsultasi kepada dosen di tempatku sekarang, tapi apakah
aku akan menemukan jalan keluar? Yang aku pikirkan dan aku bayangkan, mungkin
saja aku akan ditahan dan diminta untuk menyelesaikan studi disini dulu sama
seperti yang orangtuaku katakan. Kalau aku berkonsultasi kepada Senseiku, aku
pasti akan di dukung untuk mengejar mimpiku di Jepang, dan akan membuatku
terlalu bersemangat. Aku butuh seseorang yang sekiranya netral yang mungkin
bisa membantuku menyelesaikan masalah ini dan membantuku memilih apa yang harus
kupilih.
Aku
sendiri tahu ini bukanlah sesuatu yang bisa diputuskan oleh orang lain
melainkan aku sendiri, karena ini jalan hidupku sendiri, pilihanku sendiri, dan
setiap pilihan sulit pasti akan ada resiko dibaliknya. Pilihan manapun yang ku
ambil takkan ada yang tau hasilnya seperti apa, yang perlu kupastikan adalah
aku takkan menyesal dengan pilihan itu. Semoga seiring berjalannya waktu aku
bisa menjadi pembuat keputusan yang baik.